
“Kami poetra dan
poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa
Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia.”
85 tahun sudah satu bait sumpah itu
hidup bersama jiwa para pemuda Indonesia. Jiwa para pemuda yang masih tetap
mengakui bahwa hanya bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Jiwa para
pemuda yang masih tetap mengakui bahwa hanya berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Jiwa para pemuda yang masih tetap bersumpah untuk menjujung tinggi bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.
Ya benar, jiwa pemuda yang masih tetap
mengakui sumpah itu adalah sebuah sumpah yang berarti. Tidak banyak memang,
pemuda yang masih memiliki jiwa yang seperti itu. Mungkin hanya seratus dari
satu juta pemuda, jika dibandingkan dengan para pemuda yang lebih memilih
menyumpahkan sebuah sumpah yang kosong yang ditujukan kepada kekasihnya
tercinta, bukan negaranya tercinta.
Pemuda yang dulu rela menumpahkan
darah untuk bangsa Indonesia, kini hanya ada pemuda yang berani-beraninya
menumpahkan darah demi hal-hal sepele yang tidak sama sekali membuat bangsa ini
menjadi semakin maju. Tawuran, perkelahian, bunuh - membunuh antar saudara
seperjuangan. Hanya karena masalah pacar, hanya karena masalah uang, hanya
karena masalah kehormatan, pemuda masa kini rela membunuh temannya sendiri. Kata
“Jancok” yang dulunya menjadi pemersatu pemuda dalam perjuangannya melawan
penjajah, kini menjadi kata yang dapat menyulut pertikaian antar pemuda.
Ada lagi, pemuda yang dulu memiliki
rasa menghargai yang tinggi untuk menjadi bangsa yang satu, kini menjadi pemuda
yang diskriminatif dalam membedakan ‘bangsa kaya’ dan ‘bangsa miskin’, ‘bangsa
pintar’ dan ‘bangsa bodoh’ di dalam pergaulannya dengan teman mereka sendiri. Bahasa
‘elo-gue’ yang menjadi indikator kegaulan
bagi kaum pemuda yang jauh dari ibukota. Kata “gak gaul banget sih, elo!” menjadi semakin diskriminatif di
kalangan pemuda. Begitu bukan? Saya, sebagai salah seorang pemuda pun mengaku
pernah melakukannya.
Ada yang bilang, “sumpah pemuda itu
dulu, sekarang sudah tidak ada.” Benar memang, karena dulu kita sedang dijajah,
dan kita butuh penggerak untuk melawan penjajah itu, tapi kenapa harus pemuda?
Mungkin kaum tua saat itu sudah sakit-sakitan karena dipaksa bekerja demi
keuntungan pihak penjajah, dan kaum muda yang masih sehat dan kuat harus
meneruskan perjuangan melawan penjajah. Sehingga mereka bersumpah akan bersatu
padu untuk memeperjuangkan kemerdekaan dan memerangi penjajah melalui Sumpah
Pemuda itu.
Ya, apapun alasanya, tapi merekalah
yang memang telah terbukti menjadi komponen utama yang membuat Indonesia
berhasil mencapai kemerdekaannya, dan itu dulu, dan sekarang negara kita sedang
tidak dijajah kan? Sehingga rasa persatuan pemuda pun
semakin menyurut, karena mereka merasa tidak ada yang perlu diperjuangkan lagi.
Pada akhirnya mereka mencari musuh lain untuk diperangi, yaitu teman mereka,
saudara setanah air mereka sendiri.
Inilah sebenarnya apa yang sedang
terjadi kepada para pemuda penerus bangsa masa kini. Bukankah kita harus
mengingat, bahwa nasib bangsa, masa depan bangsa, berada di pundak
masing-masing pemudanya. Akan tetapi, apa jadinya kalau kesadaran akan memiliki
tanggung jawab ini saja belum muncul pada diri kita. Hancur jadinya. Seperti
mobil yang kehilangan sopirnya. Tak ada satupun yang mengarahkan kemana mobil
itu harus menuju. Tidak bisa kita selamanya bergantung kepada kaum tua,
pendahulu kita, untuk meneruskan perjuangan memajukan bangsa ini. Mereka tidak
hidup selamanya. Hanya kita, saya dan kalian semua dan generasi setelah kita
yang bisa.
Coba kita renungkan kembali. 85 tahun
yang lalu, ketika pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda dengan penuh
semangat persatuan dan cita-cita untuk memiliki bangsa yang maju. Dari situlah,
dari sebuah rasa satu, cita-cita, dan sebuah sumpah, terbukti telah membawa
mereka menuju puncak keberhasilan.
Renungkanlah! Apakah saya sudah berani
bercita-cita untuk membawa bangsa ini menuju ke arah kemajuan? Apakah saya
sudah memiliki rasa persatuan dalam kehidupan saya? Apakah saya sudah memiliki
rasa saling menghargai kepada saudara setanah air yang ada di sekitar saya?
Hanya kita yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sulit memang, tapi
akan lebih sulit jika kita tidak sedikitpun mencoba memulai melakukannya.
Apakah kita harus dijajah lagi, agar
semangat persatuan kita bisa kembali seperti masa lalu? Apakah tidak sadar
bahwa sebenarnya bangsa kita sekarang sudah terjajah? Bukan bangsa lain
sebenarnya yang sedang menjajah, tapi diri ini sendiri yang sedang menjajah
bangsa ini. Pola pikir pemuda yang egois dan ingin menang sendiri inilah yang
sebenarnya menjajah kita. Selalu ada kritik, tapi bukan untuk kemajuan, namun
untuk kepentingan pribadi. Tidak adanya kebiasaan santun, saling menghargai,
dan sikap tenggang rasa antar pemuda menjadi penghambat persatuan. Keberanian
para pemuda untuk bercita-cita tinggi pun tidak banyak kita temukan. Hal inilah
yang seharusnya kita urus, dengan berefleksi kepada pengalaman masa lalu pemuda
Indonesia.
Boleh jadi, sumpah pemuda sudah tidak
ada lagi, tapi semangat para pemuda dalam bersumpah inilah yang harus kita
warisi. Semangat perjuangan, semangat membawa sebuah perubahan untuk Indonesia.
Tidak cukup hanya menjadi pemuda yang pintar. Banyak orang pintar, tetapi pada
akhirnya menjadi orang yang korup. Indonesia membutuhkan pemuda yang peduli dan
sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan, kejujuran, serta cita-cita tinggi
yang akan membawa Indonesia melambung tinggi ke puncak kemajuannya.
Jangan khawatir, ada yang sudah
memulainya. Pemuda yang telah berjuang untuk mengharumkan nama bangsa ini.
Tidak harus dengan cara berperang. Siapa memangnya yang masih mau berperang di
era ini? Sudah tidak jamannya lagi. Melalui keahlian kita masing-masing adalah
cara yang tepat.
Contohnya ada di depan mata, misalnya,
TIMNAS U-19 yang telah mengharumkan nama bangsa dikalangan Internasional dengan
kemenangannya di setiap permainan sepak bola, para ilmuwan muda indonesia yang
telah berhasil menciptakan penemuan baru demi kemajuan perdaban manusia, dan
masih banyak contoh yang lainnya.
Tanyakan kepada diri kita, apa yang
bisa kita lakukan untuk kemajuan bangsa? Apa yang bisa kita berikan kepada
bangsa kita? Banyak yang bisa kita lakukan, banyak yang bisa kita berikan.
Setiap pemuda dilahirkan dengan potensinya masing-masing. Hanya perlu bermimipi
saja. Mimpi yang akan menunutun kita menuju sebuah perubahan yang besar untuk
bangsa kita. Tentunya dengan dibarengi implementasi dari mimpi itu sendiri.
Tidak sulit, hanya memerlukan komitmen dan semangat. Kalau mereka bisa, kenapa
kita tidak bisa?
Kita buat sumpah kita sendiri kalau
perlu. Sumpah yang yang akan mengikat masing-masing jiwa kita. Sumpah yang akan
selalu memberikan nyawa pada jiwa kita. Jiwa kita, jiwa yang bersumpah akan
terus berjuang demi tanah airnya. Jiwa yang bersumpah akan terus mengharumkan
nama bangsanya. Jiwa yang akan selalu menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
bangsa.
No comments:
Post a Comment
Show me what you feel, what you think, and what you see, guys. As your pleasure to write a comment will be a valuable thing i can get.
"Sharing is a good thing".